Jumat, 06 Juli 2012

Etika dakwah di media massa Oleh : Ahmad Tohari

> media massa baik certak maupun elektronik mempunyai daya jangkau amat luas dan tidak mengenal sekat-sekat keagamaan. maka dakwah apapun yang dilakukan melalui media massa dapat menjangkau siapa saja dari agama apa saja. dan jistru itu dakwah melalui cara ini diharapkan materi, cara dan gayanya disesuakan agar tetap efektif dan tidak membawa dampak yang tidak diinginkan.
> Sejak berabad-abad yang lalu dakwah islam juga dilakukan oleh para pendahulu melalui jalur media massa, dalam hal ini seni budaya yang dikemas dalam bentuk tontonan , dan terbukti sangat berhasil . melalui jaran nilai-nilai yang disisipkan dengan sangat diperhitungkan, islam menyebar ketengah masyaraka ty dengan santun dan diterima dengan damai pula.
> Misalnya pentas wayang  lakon Bima Ngaji(atau lakon dewa ruci)yang digubah oleh seorang wali menyisipkan nilai-nilai ketuhanan. inti pesan yang disisipkan dalm lakon wayang kulit ini adalah ajran pengenalan terhadap diri sendiri yang akan mengantarkan manusia mengenal tuhannya.
> Dalam serat Kalatidha, seorang santri Jawa yang menjadi Kasunan Surakarta yaitu Raden Bagus Burham atau Raden Ngabei Ranggawarsita pada tahun 1860 menulis tenbamg sinom yang amat terkenal . dalam satu bait temabang  sinomnya itu Rangga warsita menulis,... Begja-begjane kang lali , luwih begja kang eling klawan waspada.( Seberuntung orang yang lupa  kepada Tuhan lebih beruntung mereka yang tetap ingat dan menjaga diri). Klimat ini syarat dengan nilai ajaran Dzikullah yang menjadi salah satu tujuan utama ibadah sholat.

> Mangku negara IV dalam salah satu bait tembang dhandhanggula menulis, Wenang sami ngrawuhan pati, wong agesang tan wurung palastra ( ketahuilah kalian tentng maut, manusia hidup tak urung akan meninggal). Bandingkan kata-kata itu dengan sabda, cukuplah maut menjadi pelajaran, dan semua manusia akan mati.
>Ketika para pendahulu berdakwah dengansarana seni (lakon wayang tembang, puji-pujian, dan gendhing) sebenernya mereka berhadapan dengan masyarakat yang sangat mayoritas masih beragama Hindu, Budha, atau kepercayaan lokal. oleh karena itu para pendahulu amat memperhatikan etika dakwah, dan cara yang mereka tempuh adalah mengedepankan nilai-nilai islam, sedangkan dakwah ajaran formal menyusul, dan bisa jauh di belakang.
>Dalam berdakwah para pendahulu tidak hanya mempewrhatikan kemampuan berkomunikasi dengan baik tetapi mereka juga menunjukkan nilai kepribadian yang handal sehingga mereka memberi sumbangan pada keberhasilan dakwah.
> Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi di peran media massa makin penting dan dominan sebagai sarana komunokasi. saat ini dakwah bisa dilakukan melalui media cetak, radio, film, televisi, internet dst. namun demikian etika dakwah tetap harus dijunjung tinggi terutama karena budaya kita adalah budaya yang mewajibkan kita menghormati dan menjaga perasaan orang lain baik yang seiman maupun yang berbeda keyakinan. pluralitas internal juga harus dihomati karena kita berbudaya Nusantara yang toleran terhadap perbedaan faham dan keyakinan.(Catatan: Bandingan dengan budaya padang pasir yang kaku dan keras . Pada abad 19 terjadi gerakan pembaharuan Islam di jazirah Arab. Gerakan ini menghalalkan harta dan darah sesama muslim yang tidak sepaham dengan mereka).
> saat ini dakwah di media massa pada umumnya sudah berjalan baik. para juru dakwah yang menulis di media cetak rata-rata menguasai etika berdakwah. juga mereka yang berceramah di radio atau televisi namun, karena persaingn yang keras pada industri media massa maka berdakwah melalui jalur itu terutama jalur televisi sering kali terbawa arus "memenuhi tuntutan pasar" atau mengejar rate siaran. dengan penguasa ilmu dan pengetahuan agama yang pas-pasan, asal terkenal dan berpenampilan menarik seseorang bisa berperan sebagai kyai, ustadz atau ustadzah yang berkiprah dalam siaran televisi,. memang ada segi baiknya karena figur-figur yang populer mudah menjangkau audien terutama kalangan muda. Ruginya, citra keluhuran dan kemuliaan Islam sering mejadi taruhan.
> Dalam dunia  sastra saat ini, dakwah juga berjalan baik. Puisi, cerpen, teater, lagu dan novel menjadi nedia massa yang produktif. Namun karena tuntutan penguatan identitas, seringkali sastra dakwah terbawa arus formalisme agama. Hali ini membuat karya satra tersebut menjorok dan memasuki wilayah para guru agama. Memang muatan dakwah dalam karya sastra tersebut menjadi jelas(atau vulga???). Tetapi ada resiko membuat orang dari agama lain menghindarinya, suatu hal yang tak perlu terjadi bila karya satra dakwah itu tetap pada jalur menyebarkan nilai-nilai. Wallahu a'lam.(Ahmad Tohari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar